SIDOARJO (Wartatransparansi.com) – Sebagai bagian dari keluarga besar Pondok Pesantren Progesif Bumi Sholawat, Sidoarjo, Profesor Moh. Nuh, Ketua Dewan Pers menekankan pentingnya sosok figure keteladanan yang telah dicetuskan oleh manusia agung, baginda Rasulullah SAW.
“Mewakili tuan rumah, keluarga besar, guru kita, Gus Agoes Ali Masyhuri pada acara Haul dan Harlah Pesantren Progresif Bumi Shalawat, terima kasih dan mohon maaf apabila ada kekurangan.
Kegiatan dan aktifitas pondok merupakan bagian penting, supaya terhindar dari defisit keteladanan,” kata Moh Nuh, memulai sambutan di masjid Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Lebo Sidoarjo, Ahad (5/4/2021).
Menurut Profesor Nuh, ada tiga hal menjadi perhatian dalam hal menjaga kelangsungan keilmuan. Pertama, bahwa saat masih defisit tentang keteladanan maka pesantren Progresif Bumi Sholawat menjadi wadah yang tepat untuk membina generasi mendatang siap dalam imtaq, iman dan taqwa.
“Dan acara seperti ini (Haul dan Harlah, dan menggulas masalah keilmuan) akan mengurangi defisit Keteladanan. Padahal keteladanan sangat dirasakan manfaatnya,” ujarnya.
Kedua, lanjut Moh. Nuh, juga Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), bahwa manusia berilmu punya kekayaan sungguh sangat mulia. Ada yang sifatnya nampak ada yang tidak tampak. Ada yang bisa disentuh ada yang tidak bisa disentuh.
Tugas dalam mengembangkan keilmuan, ialah bisa melakukan yang tidak bisa disentuh menjadi bisa disentuh, menjadi aset sangat produktif seperti yang dilakukan guru kita, Gus Ali.
Seperti kawasan pesantren Bumi Shalawat ini aset produktif keilmuan. Oleh karena itu, silaturrahmi pada haul dan Harlah hari merupakan harga sangat mahal dalam rangka belajar dan terus belajar dalam meningkatkan kadar keilmuan dan memunculkan figur keteladanan.
Dari proses pembelajaran akan melahirkan eksperimen, kemudian melahirkan expert (keahlian) dan dari keahlian itu pada puncaknya uswah, keteladanan Rasulullah SAW.
Ketiga, bahwa pada tahun 2021 merupakan perkembangan generasi millenial hingga puncaknya 2036, kalau tidak ada aset keilmuan seperti Pesantren Progresif mau dibawa ke mana? Generasi penerus pada masa itu.
“Kita doakan Pesantren Progresif semakin berkembang dan maju guna menyiapkan generasi sebagai tokoh dan pemimpin yang bisa menjadi panutan,” kata Moh Nuh.
Tiga Pilar
Pada kesempatan yang sama, Gus Birrul Alim Kausari LC, MHI, pengasuh pondok pesantren Payaman Lamongan, memberikan pencerahan keilmuan dan keteladanan dalam menjaga kelangsung pendidikan di pondok pesantren.
Lanjut Gus Birrul Alim, juga menantu dari Gus Ali Masyhuri dan pengasuh Pesantren Progresif bahwa membuka forum keilmuan untuk mengenalkan Islam dan memperkuat Islam sangat perlu sebagai taktik dan strategi.
Belajar dari kehancuran umat Islam setelah digempur pasukan Mongol. Ada ulama mengambil pemikiran dengan tidak melakukan perlawanan, tetapi menghidupkan ilmu agama.
“Taktik dan strategi itu, terbukti 18 tahun kemudian banyak tokoh dan pemimpin Mongol masuk Islam,” ujar Gus Birrul.
Oleh karena itu, lanjutnya, sebagai pencerahan keilmuan dan memupuk Keteladanan, maka perlu menjaga 3 pijar komposisi keilmuan. Pertama, referensi keilmuan dengan tetap memegang sebagai dasar Al-Quran, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Kedua, bagaimana cara memahami sehingga mampu menerjemahkan serta menafsirkan keilmuan dengan benar bersama ulama.
Dan ketiga, melakukan proses keilmuan dengan menjalankan metodologi keilmuan dengan baik.
Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat (PPBS) adalah sebuah pesantren di bawah naungan KH Agoes Ali Masyhuri. Lahir dari ikhtiar dan riyadho Gus Ali, dari rutinitas ngaji di rumah Desa Kenongo, Tulangan, Sidoarjo menjadi majelis dan berubah menjadi pesantren.
PPBS walaupun baru didirikan pada tahun 2010 di Desa Lebo, Sidoarjo, tetapi berkembang pesat dalam menggabungkan keilmuan tradisional dalam kemasan manajemen modern.
Haul dan Harlah ditutup dengan doa Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim, KH Marzuki Mustamar, juga dihadiri tokoh, kiai, dan ulama nasional. (mat)