PALU (WartaTransparansi.com) – Usai melakukan kunjungan kerja di Provinsi Gorontalo, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bertolak ke Palu. Di Ibukota Sulawesi Tengah ini, LaNyalla menekankan pentingnya mitigasi bencana alam untuk meminimalkan risiko.
LaNyalla hadir untuk membuka FGD yang digelar di Kampus Universitas Alkhairaat, Kota Palu, Rabu (18/11/2020) siang, dengan tema ‘Urgensi Mitigasi di Sulawesi Tengah: Upaya Mengurangi Risiko Bencana’.
LaNyalla lalu mengenang kembali peristiwa pilu gempa dan tsunami yang berlanjut dengan likuifaksi di Palu pada 28 September 2018 petang itu.
“Jalan-jalan terbelah. Bangunan-bangunan ambruk. Gempa 7,4 skala Richter menggoyang kota. Lima menit berikutnya, BMKG merilis peringatan tsunami. Cuma tiga hingga enam menit berselang, ombak enam meter menerjang kawasan pantai,” ujar LaNyalla.
“Gempa dan tsunami selesai. Fenomena lain terjadi: Likuifaksi! Tanah ambles. Gelombang lumpur melahap bangunan, kendaraan, pohon, dan manusia. Apa saja. Seperti lumpur penghisap. Hanya beberapa menit, air keruh mengelilingi kawasan,” lanjutnya.
Peristiwa gempa, tsunami, dan likuifaksi di Palu dan sekitarnya tak hanya mengejutkan Indonesia. Bahkan negara-negara di dunia, ikut tercengang dengan bencana yang menelan banyak korban itu.
“Rangkaian peristiwa itu masih tertanam dalam memori kita. Jumlah meninggal dunia 2.073 orang, cedera 10.679 orang, hilang 680 orang, dan mengungsi 82.775 orang,” kata LaNyalla.
Menurut senator asal Jawa Timur ini, bencana alam di Palu pada September 2018 tersebut memberikan pelajaran, betapa pentingnya mitigasi bencana. LaNyalla mengatakan, mitigasi harus jadi perhatian penting sebagai upaya mengurangi risiko bencana alam.
LaNyalla menyebut, mitigasi dilakukan melalui pelaksanaan tata ruang, pengaturan pembangunan, kemudian juga dengan pembangunan infrastruktur, serta tata bangunan. Selanjutnya yang tak kalah pentingnya lagi adalah penyelenggaraan pendidikan kepada warga, penyuluhan, dan pelatihan seara konvensional serta modern.
“Mitigasi menjadi penting dilakukan mengingat posisi Indonesia berada di Cincin Api Pasifik, di antara lempeng-lempeng utama dunia. Sayangnya, 75 tahun merdeka, sistem mitigasi kita belum memadai,” jelas LaNyalla.
Berdasarkan survei BPS mengenai potensi desa tahun 2019, diketahui bahwa, dari setiap 15 desa dan kelurahan di Indonesia, hanya satu yang memiliki sistem peringatan dini. Hal ini, kata LaNyalla, harus segera diperbaiki.