Legislator daerah pemilihan (dapil) Sumatera Barat II ini menjelaskan, bahwa saat ini pemenuhan APD (Alat Pelindung Diri) yang terdiri dari baju, masker, pelindung kepala, hand sanitizer, sarung tangan, sabun, menjadi bahasan yang selalu diulang-ulang, karena masyarakat terutama di kalangan dunia medis selalu berteriak kekurangan APD, yang ujungnya berakibat fatal pada tenaga medis.
“Ini peluang Kemenkop, menjadi mediator efektif, berkomunikasi dengan BUMN Farmasi dan Kemenkes, ada upaya kerjasama agar UMKM di bawah pembinaan kementerian dapat memproduksi APD baik non-medis maupun standar medis. Sehingga secara langsung pemerintah turut serta menjaga keberlangsungan ekosistem UMKM di tengah pandemi Covid-19”, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Nevi menambahkan, UMKM saat ini menjadi sorotan karena sangat terdampak akibat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 34/PMK.04/2020 tanggal 17 April 2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Ia mencontohkan, hingga saat ini Indofarma masih memasok sebagian besar bahan baku dari luar negeri. Bukan hanya produk kimia dasar yang perlu diimpor perusahaan farmasi. Tetapi juga produk seperti natural extract (Natex) dan alat kesehatan. Sampai April 2020, PT. Kimia Farma Tbk telah memasok 16 juta lebih masker medis dan 1 juta lebih masker non-medis atau masker biasa melalui 1.289 gerai Kimia Farma di seluruh Indonesia.
“Mewabahnya virus corona Wuhan (2019-NcoV) berdampak pada aktivitas pasokan bahan baku farmasi yang 95% diimpor. Bahan baku obat (BBO) 60-70 persen dipasok dari China. Sisanya, 30-40 persen, berasal dari India. Inilah yang menjadi alasan kenapa Kemenkop UKM harus bergerak cepat untuk memberdayakan sumber daya internal negara”, tukas Nevi. (sam)





