Hampir setiap pelaksanaan haji, terjadi trouble di transportasi. Walau, maktab sudah memgatur sedemikian, pasti ada yang mengawali dan mengakhiri. Artinya, undian yang disepakati tidak berlaku karena sistem taraddudi (bergiliran) membutuhkan dinamisasi. Jadi, jemaah yang sudah siap diangkut ke Mina untuk melempar jumroh Aqobah harus siap berebutan. Penulis sendiri terangkut pukul 07.30 WSA, betul-betul mabit.
Saat tiba di Bumi Perkemahan Mina, tidak semua jemaah langsung bergeser ke jamarat (pelemparan jumrah). Baik yang berniat nafar awal atau tsani kebanyakan memilih usai sholat Ashar. Ada pula, beberapa jemaah langsung melempar jumrah Aqobah terus melanjutkan Ifadlo (thowaf dan sai) serta Tahallul untuk menuntaskan segala larangan ihram.
Dari rangkaian ibadah haji, selain puncak ibadah adalah wukuf di Padang Arofah, mabit di Mina dengan kewajiban melempar jumlah Ula, Wustho dan Aqobah merupakan perjuangan super berat. Selain kondisi lahan Mina terbatas, termasuk kawasan Mina Jadid, sentral seluruh jemaah memenuhi wajib haji secara marathon menguras fisik, tenaga dan psikis. Banyak jemaah drop, mengalami kelelahan. Bahkan, ada yang harus dirujuk ke RS setempat.
Harus diakui, konsep ibadah yang dilakukan jemaah haji Indonesia mengalami perubahan, khususnya pelayanan dan fasilitas. Namun, rangkaian Arofah-Muzdalifah-Mina (Armuzna) bagian dari ritual tapak tilas nabiyullah Ibrahim al Khalilullah, nabi Ismail Dzabikhullah dan ummul mukminin sayyidina Siti Hajar. Penyempurnaan yang dilakukan Rasulullah, bagian dari perjuangan ibadah. Baik yang milih haji Tamattu’, Qiran atau Ifrad semua memiliki konsekwensi dan kelebihan serta kelemahan yang harus disinkronkan dengan kemampuan jemaah.
“Jemaah Indonesia rata-rata memilih haji Tamattu’ atau Qiron walau harus membayar dam (denda) kambing. Karena sulit menjaga dan mempertahankan larangan selama berihram. Begitu pula pilihan Tarwiyah, selain menambah biaya kepada maktab, jemaah mayoritas resiko tinggi bila program sangat padat, ” ulas Romo KH. Rofiq Siroj, amirul hajj KBIH Rahmatul Ummah Sidoarjo yang memberangkatkan 14 rombongan atau satu kloter setengah.
Pertemuan NU se Dunia
Penulis yang kebetulan satu kloter dengan Menpora Dr. H. Imam Nahrowi, mengikuti berbagai agenda selama di Makkatul Mukarromah. Sebelum wukuf, ada dua agenda cukup menyita perhatian, yaitu tanggal 7 Agustus, atau sehari usai mbah Moen wafat, Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UINSA (Sunan Ampel) mengadakan silaturrahmi dan Pembentukan IKA UINSA Khusus Saudi Arabia.
Hadir dalam pertemuan tersebut, Prof. Masdar Rektor UINSA, Imam Nahrowi selaku Ketua IKA UINSA dan beberapa ulama serta petugas haji yang alumni. “Pertemuan ini begitu fenomenal. Walau digagas mendadak setidaknya ada harapan ke depan menyatukan potensi IKA UINSA yang tersebar di mana-mana dengan keahlian profesional di berbagai bidang,” kata Cak Imam.
Agenda berikutnya, menghadiri pertemuan NU se Dunia yang dimotori oleh shohibul bait PCNU Istimewa Saudi Arabia. Dalam pertemuan tersebut juga menghasilkan piagam Mekah, intinya menyerukan perdamaian dan menjaga marwa Islam Alhul sunnah waljamaah sebagai benteng Rahmatan lil Alamiin.
“Tidak kalah pentingnya, untuk pertama kali petugas haji menyelenggarakan upacara bendera memperingati hari kemerdekaan RI ke 74. Mudah-mudahan ke depan, rasa cinta tanah air ikut membangkitkan Indonesia terbebas dari segala bentuk penjajahan,” ulas Menpora, selaku inspektur upacara.
Menjaga Haji Mabrur
Bagaimana menjaga ibadah haji kita supaya mabrur? Pertanyaan klise yang tidak perlu membutuhkan gelar, sertifikat atau pengakuan haji di identitas KTP, SIM atau paspor. Dalam kitab Fadloilul Hajj wa Ahkaamul Hajj karangan sayyidina Ahmad bin Muhammad bin Alawi al Maaliky al Hasani, ada penjelasan bagaimana terrjadi dialog antara sahabat dengan Rasulullah untuk mengetahui ciri-ciri haji mabrur.
Dalam hadist riwayat Jabir RA, dipaparkan baginda Rasulullah bersabda, bahwa bagi haji yang mabrur tiada balasan kecuali surga Allah SWT. Lantas, sahabat bertanya apa tanda-tanda kebaikan dari haji mabrur? Rasulullah menjawab: “Orang yang memberikan makan dan menyampaikan kedamaian.” Dalam riwayat lain, nabi bersabda: “Memberikan makan dan berkata yang memberikan manfaat.”
Maka, selaras dengan firman Allah SWT dalam surat Ali Imron ayat 134, bahwa kualitas dalam hambaNya yang bertakwa agar memperoleh keberuntungan, selain segera memohonkan ampunan kepada Sang Pencipta alam semesta surga dan seisinya, yaitu merupakan figur yang derma (loman) dalam keadaan lapang maupun sempit. Berikutnya, bisa mengendalikan diri dari amarah dan menjadikan dirinya mempunyai jiwa pemaaf bagi manusia.
Semoga ritual ibadah haji, mampu menghantarkan kita bersama anak keturunan derajat yg tinggi, yaitu takwa. Menjaga keseimbangan sebagai kholifah di bumi memberikan kemanfaatan bagi sesama. Aamiin. (*)