Hal senada disampaikan Direktur Bina Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Khoirizi. Menurutnya, mulai aktif pada penyelenggaraan haji 2018, P3JH semakin menemukan pola kerja yang efektif. Tidak sembarang orang tergabung dalam tim ini. Isinya, hanya dokter dan tenaga kesehatan berpengalaman lapangan yang direkrut dari klinik Kementerian Agama, Fakultas Kedokteran UIN, Rumah Sakit Haji, dan Rumah Sakit TNI/Polri.
“Saya berharap ke depan, Kemenkes akan lebih fokus untuk mengoptimalkan layanan di KKHI dan Sektor, serta penyediaan ambulan. Sementara, titik-titik kosong di lapangan akan diisi oleh P3JH untuk memberikan pertolongan pertama,” ujarnya.
“Karenanya, ke depan kita akan memperkuat koordinasi dengan Kemenkes. Kita akan cari pola terbaik dalam fasilitasi kesehatan bagi jemaah, pada titik-titik krusial, terutama pada fase puncak haji,” tandasnya.
Seperti tahun sebelumnya, saat fase Armuzna, P3JH melebur ke dalam tim MCR (Mobile Crisis & Rescue) bersama petugas perlindungan jemaah (linjam), media center haji (MCH), Tim Gerak Cepat (TGC), dan petugas Bimbingan Ibadah. MCR ditempatkan di sejumlah titik strategis Mina – Jamarat untuk memberikan pertolongan pra medik kepada jemaah sehingga mereka bisa menuntaskan rangkaian ibadah wajibnya. (wt)